Aksi Suster Ann Roza Lindungi Demonstran Myanmar: Tolong, Tembak Saya Saja

Aksi Suster Ann Roza Lindungi Demonstran Myanmar: Tolong, Tembak Saya Saja

Rakyat Merdeka — Sambil berlutut dan menangis, Suster Ann Roza Nu Tawng bersedia mengorbankan nyawanya agar polisi Myanmar tidak menyakiti pengunjuk rasa.

Melalui sebuah gambar yang beredar luas di internet, biarawati berusia 45 tahun itu berlutut di hadapan beberapa polisi sambil berlinang air mata. Dua personel kepolisian juga tampak berlutut di hadapan Suster Ann Roza sebagaimana dilansir New Zealand Herald.

“Saya berlutut … memohon kepada mereka agar tidak menembak dan menyiksa anak-anak. (Lebih baik) tembak dan bunuh saya saja,” kata Suster Ann Roza kepada AFP.

Aksi heroik Suster Ann Roza tersebut terjadi pada Senin (8/3/2021) di ibu kota negara bagian Kachin, Myitkyina. Setidaknya dua pengunjuk rasa tewas pada Senin di Myitkyina.

Beberapa pengunjuk rasa terkena tembakan yang berasal dari gedung-gedung di sekitar aksi unjuk rasa. Sejumlah saksi mata mengatakan, dua korban tewas itu ikut serta dalam unjuk rasa ketika polisi menembakkan stun grenade atau granat kejut dan gas air mata.

“Saya mengatakan kepada polisi untuk tidak memukuli dan menembak para pengunjuk rasa. Saya memohon kepada mereka berkali-kali,” kata Suster Ann Roza kepada Telegraph.

“Tetapi polisi mengatakan mereka perlu melakukannya untuk menghentikan protes dan bahwa mereka harus melakukan tugas mereka. Mereka juga berlutut kepada saya dan mengatakan mereka harus melakukannya,” imbuh Suster Ann Roza.

Suster Ann Roza menambahkan, saat dia menyaksikan aksi protes, polisi menggunakan gas air mata Dia lalu merasa pusing dan kesulitan bernapas.

“Saya melihat pria itu jatuh di jalan dan saya ke sana untuk melihatnya tetapi dia meninggal. Saya tidak takut kehilangan nyawa saya. Saya hanya ingin membantu orang. Tapi polisi sangat brutal,” imbuh Suster Ann Roza.

Menurut media UCA, Suster Ann Roza terdengar berkata kepada polisi, “Tembak saja saya jika Anda mau.”

“Para pengunjuk rasa tidak memiliki senjata dan mereka hanya menunjukkan keinginan mereka secara damai,” imbuh Suster Ann Roza.

Sebelumnya, Suster Ann Roza juga mengadang sepasukan polisi untuk tidak melakukan kekerasan terhadap para demonstran pada 28 Februari. Kala itu, Suster Ann Roza berlutut sambil menangis di hadapan sepasukan polisi yang bersiaga dengan tamengnya.

Banyak yang membandingkan foto Suster Ann Roza dengan foto ikonik tragedi Lapangan Tiananmen, China, pada 1989 yang menunjukkan seorang pria menghentikan sebarisan tank dengan tubuhnya. Suster Ann Roza, mengaku, dia melakukan itu karena terdorong oleh perasaan yang campur aduk karena tidak ada siapa pun yang melindungi rakyat Myanmar.

“Meskipun saya seorang suster, saya adalah salah satu orang Myanmar. Saya merasakan sakit yang sama dengan semua orang ketika saya melihat tindakan brutal,” kata Suster Ann Roza.

“Saya merasa sedih ketika mereka merasa sedih. Saya selalu memikirkan bagaimana saya bisa membantu orang,” imbuhnya.

“Setiap kali saya mendengar kabar tentang pengunjuk rasa yang dibunuh oleh pasukan keamanan, saya menangis. Saya merasakan empati terhadap keluarga mereka,” sambungnya.

Dalam kekerasan pada 28 Februari lalu, Suster Ann Roza tanpa rasa takut menghadapi kekerasan. Dia menggunakan alat perlawanan terkuat yang dimilikinya.

“Saya memutuskan untuk menghentikan (polisi) mereka dengan berlutut karena saya percaya, kekuatan cinta akan bekerja dan Tuhan akan melindungi kita,” tutur Suster Ann Roza.

Related posts