RAKYAT MERDEKA — Aparat kepolisian menggerebek sebuah pesta sesama jenis berkedok family gathering di sebuah vila kawasan Mega mendung, Puncak, Bogor, Jawa Barat. Dalam penggerebekan yang berlangsung Minggu (22/6), sebanyak 75 orang diamankan. Hasil pemeriksaan menunjukkan, 30 peserta dinyatakan reaktif HIV dan sifilis.
“Hasil pemeriksaan menunjukkan dari 75 orang yang diperiksa, 30 di antaranya reaktif HIV dan sifilis. Sisanya non-reaktif,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, Fusia Meidiyawaty, Selasa (24/6), melansir dari detikcom.
Menurut Fusia, sebagian besar dari peserta pesta bukan warga Bogor. Mereka berasal dari berbagai daerah, sehingga proses tindak lanjut kesehatan dilakukan sesuai domisili masing-masing melalui koordinasi lintas Dinas Kesehatan.
“Pasien reaktif yang berdomisili di Kabupaten Bogor akan ditangani puskesmas setempat, sementara peserta dari luar daerah akan kami koordinasikan ke dinas kesehatan wilayah asal,” imbuh Fusia.
Belum Ada Tersangka, 75 Peserta Sudah Dipulangkan
Kasat Reskrim Polres Bogor AKP Teguh Kumara menyatakan bahwa hingga kini belum ada tersangka yang ditetapkan. Meski demikian, polisi telah memeriksa empat orang yang diduga sebagai panitia penyelenggara pesta tersebut
“Kami sudah menerbitkan laporan polisi dan menyangkakan tindak pidana berdasarkan UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan/atau Pasal 296 KUHP,” ujar Teguh.
Seluruh peserta telah dipulangkan dan akan kembali dipanggil jika keterangannya dibutuhkan.
Pesta Diundang Lewat Media Sosial, Bayar Rp200 Ribu
Polisi mengungkap bahwa pesta ini diorganisasi secara tertutup dengan tema family gathering, namun kontennya berisi penampilan tari dan lomba menyanyi. Undangan disebar lewat media sosial, dan peserta dikenai biaya pendaftaran Rp200 ribu per orang.
“Acara itu menyamar sebagai kegiatan santai keluarga, padahal isi acaranya melibatkan aktivitas menyimpang,” kata Teguh.
PBNU Desak Hukuman Maksimal
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyampaikan keprihatinan mendalam atas peristiwa ini. Ketua PBNU, KH Fahrur Rozi (Gus Fahrur), menilai kegiatan seperti ini bertentangan dengan nilai-nilai agama dan hukum di Indonesia.
“Ini sangat memprihatinkan. LGBT jelas dilarang oleh pemerintah dan bertentangan dengan ajaran semua agama di Indonesia,” ujarnya, Rabu (25/6).
Gus Fahrur menekankan perlunya hukuman maksimal untuk memberi efek jera, serta pentingnya peran keluarga dan tokoh agama dalam membina moral generasi muda.
“Pencegahan perilaku menyimpang seperti LGBT bisa dilakukan lewat pendidikan karakter, bimbingan dari keluarga, sekolah, serta penguatan nilai-nilai di masyarakat,” tuturnya.